Rabu, 30 September 2015

retorika - cinta

Hubungan yang berakhir tanpa penjelasan 
tidak pernah sebahagia hubungan 
yang berakhir karena adalah alasan dan penjelasan. 
Namun, tidak dapat dipungkiri, 
perpisahan yang beralasan ataupun tidak beralasan 
sama-sama menimbulkan rasa sakit yang sama bukan? 
Meskipun banyak orang bilang cinta itu tanpa alasan, 
apakah berarti perpisahan yang terjadi harus juga tanpa alasan?

sewaktu - aku - menulis - mu

Jika waktu bisa diputar ulang, 
aku tentu akan menolak uluran tanganmu 
saat menyebut nama. 
Jika waktu bisa diputar ulang, 
aku akan menolak perkenalan 
yang kamu tawarkan. 
Jika tahu akhir 
cerita kita akan sesedih ini, 
lebih baik aku tak pernah memulai semua, 
tak perlu tahu lagi tentangmu, 
dan tak perlu membalas semua chat-mu kala itu. 
Jika tahu kamu akan pergi dengan cara seperti itu, 
aku tentu tidak akan pernah berkata iya 
saat kamu menyatakan cinta.

Maaf, 
untuk segala tulisan tak masuk akal 
yang aku tulis tentangmu, 
untuk segala pertanyaan 
yang tak pernah ada jawaban, 
dan untuk segala perasaan 
yang harusnya tak lagi ada. 
Maaf , 
jika aku masih saja menulis tentangmu 
meskipun hubungan kita telah berakhir. 

menulis mu , 
membuat aku merasa kamu masih hidup dalam duniaku. 
aku bisa memelukmu sepuas yang aku bisa. 
aku bisa memilikimu tanpa banyak larangan. 
aku bisa terus memandangimu, 
menganggap semua perpisahan ini tak pernah terjadi, 
berandai bahwa kamu sedang di depanku
selalu dekat... walau tak mungkin "sedekat" itu....

Senin, 28 September 2015

sekarang...

Sekarang, 
aku terbaring lemah di ranjangku, 
dan hanya bisa membaca ulang percakapan kita 
Mungkin, kamu tidak akan pernah tahu, 
di tengah kelelahanku 
sebenarnya aku masih membutuhkanmu. 
Kalau boleh jujur, 
aku sangat ingin ditenangkan oleh percakapan kita seperti dulu. 
Saat kamu menanyakan apa saja yang sudah aku makan, 
saat kamu menasehatiku banyak hal, 
saat kamu membuatku semakin merindukan pertemuan kita, 
saat kamu bercerita tentang pekerjaanmu hari ini, 
saat kamu selalu berhasil membuatku tertawa, 
dan saat kita masih dalam keadaan baik-baik saja.

Aku tidak berkata bahwa saat ini kita tidak baik-baik saja, 
tapi bisakah kau menjawab apa yang terjadi di antara dua orang; 
yang sekarang tidak lagi saling menyapa? 
Aku merindukanmu, 
merindukan percakapan kita hingga larut malam. 

Kamis, 03 September 2015

Surat 1

Tuan yang terhormat! Tak dapat saya sembunyikan kepada Tuan, malah saya akui terus terang bahwasanya seketika membaca surat-surat Tuan itu, saya menangis tersedu-sedu, karena tidak tahan hati saya.
Tetapi setelah reda gelora dan ombak hati yang dibangkitkan oleh surat Tuan itu, timbullah kembali keinsafan saya, bahwa tangis itu hanyalah tangis orang-orang yang putus asa, tangis orang yang maksudnya terhalang dan kehendaknya tidak tercapai.
Tangis dan kesedihan itu selamanya mesti reda juga, ibarat hujan; selebat-lebat hujan, akhirnya akan teduh jua. Kita akan sama-sama menangis buat sementara waktu, laksana tangis anak-anak yang baru keluar dari perut ibunya. Nanti bilama dia telah sampai ke dunia, dia akan insaf bahwa dia pindah dari alam yang sempit ke dalam alam yang lebih lebar.
Kelak Tuan akan merasai sendiri, bahwa hidup yang begini telah dipilihkan Allah buat kebahagiaan Tuan. Allah telah sediakan hidup yang lebih beruntung dan lebih murni untuk kemaslahatan Tuan di belakang hari.
Tuan kan tahu bahwa saya seorang gadis yang miskin dan Tuan pun hidup dalam melarat pula, tak mempunyai persediaan yang cukup untuk menegakkan rumah tangga.
Maka lebih baik kita singkirkan perasaan kita, kembali kepada pertimbangan. Lebih baik kita berpisah, dan kita turutkan perjalanan hidup masing-masing menurut timbangan kita, mana yang lebih bermanfaat buat di hari nanti.
Saya pun merasai sebagai yang Tuan rasakan, yaitu kesedihan menerima vonis itu. Tetapi Tuan harus insaf, sudah terlalu lama kita mengangan-angan barang yang mustahil, baik saya maupun Tuan.

Tuan pilih sajalah seorang istri yang lebih cantik dan lebih kaya dari pada saya, dan marilah kita tinggal bersahabat buat selamanya.
Kepada Aziz tak usah Tuan kecil hati, dia tak salah dalam perkara ini. Tetapi sayalah yang telah mengambil putusan yang tetap buat bersuami dia; lawan saya musyawarah ialah hati saya sendiri, sehingga saya terima tawaran ninik mamak saya.
Dan, saya harap Tuan lupakanlah segala hal yang telah berlalu, maafkan segala kesalahan dan keteledoran saya, sama kita pandang hal yang dahulu seakan-akan tidak ada saja.
Hayati