Kamis, 03 September 2015

Surat 1

Tuan yang terhormat! Tak dapat saya sembunyikan kepada Tuan, malah saya akui terus terang bahwasanya seketika membaca surat-surat Tuan itu, saya menangis tersedu-sedu, karena tidak tahan hati saya.
Tetapi setelah reda gelora dan ombak hati yang dibangkitkan oleh surat Tuan itu, timbullah kembali keinsafan saya, bahwa tangis itu hanyalah tangis orang-orang yang putus asa, tangis orang yang maksudnya terhalang dan kehendaknya tidak tercapai.
Tangis dan kesedihan itu selamanya mesti reda juga, ibarat hujan; selebat-lebat hujan, akhirnya akan teduh jua. Kita akan sama-sama menangis buat sementara waktu, laksana tangis anak-anak yang baru keluar dari perut ibunya. Nanti bilama dia telah sampai ke dunia, dia akan insaf bahwa dia pindah dari alam yang sempit ke dalam alam yang lebih lebar.
Kelak Tuan akan merasai sendiri, bahwa hidup yang begini telah dipilihkan Allah buat kebahagiaan Tuan. Allah telah sediakan hidup yang lebih beruntung dan lebih murni untuk kemaslahatan Tuan di belakang hari.
Tuan kan tahu bahwa saya seorang gadis yang miskin dan Tuan pun hidup dalam melarat pula, tak mempunyai persediaan yang cukup untuk menegakkan rumah tangga.
Maka lebih baik kita singkirkan perasaan kita, kembali kepada pertimbangan. Lebih baik kita berpisah, dan kita turutkan perjalanan hidup masing-masing menurut timbangan kita, mana yang lebih bermanfaat buat di hari nanti.
Saya pun merasai sebagai yang Tuan rasakan, yaitu kesedihan menerima vonis itu. Tetapi Tuan harus insaf, sudah terlalu lama kita mengangan-angan barang yang mustahil, baik saya maupun Tuan.

Tuan pilih sajalah seorang istri yang lebih cantik dan lebih kaya dari pada saya, dan marilah kita tinggal bersahabat buat selamanya.
Kepada Aziz tak usah Tuan kecil hati, dia tak salah dalam perkara ini. Tetapi sayalah yang telah mengambil putusan yang tetap buat bersuami dia; lawan saya musyawarah ialah hati saya sendiri, sehingga saya terima tawaran ninik mamak saya.
Dan, saya harap Tuan lupakanlah segala hal yang telah berlalu, maafkan segala kesalahan dan keteledoran saya, sama kita pandang hal yang dahulu seakan-akan tidak ada saja.
Hayati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar