Jumat, 16 Oktober 2015

dalam jarak sejauh ini

Apa yang menyenangkan dalam jarak sejauh ini? Aku tak bisa menatapmu dan jemariku tak bisa menyentuh lekukan wajahmu. Apa yang bisa kita harapkan dari jarak ratusan kilometer yang memisahkan kita? Ketika rasa rindu menggebu, dan kutahu kautak ada di sisiku. Sejauh ini kita masih bertahan, entah mempertahankan apa. Karena yang kurasa sekarang, cintamu tak lagi nyata; selebihnya bayang-bayang. 

Dalam jarak sejauh ini, mungkinkah kita masih saling mendoakan? Seperti saat kita dulu masih berdekatan. Aku tak lagi paham saat-saat dingin mencekam, kamu tak duduk di sampingku, juga tak mendekapmu dengan hangat. Aku tak lagi mengerti, saat air mataku terjatuh, hanya ada tanganku (bukan tanganku) yang menghapus basah di pipiku. Jelaskan padaku, apa yang selama ini membuatku masih ingin bertahan? 

Aku hanya bisa menatap fotomu. Diam-diam merapal namamu dalam doa. Mendengar suaramu dari ujung telepon. Kulakukan semua seakan baik-baik saja, seakan aku tak terluka, seakan tak ada air mata; aku begitu meyakinkanmu, bahwa tak ada yang salah di antara kita. Dan, apakah di sana kaumemang baik-baik saja? Apakah rindu yang kita simpan dalam-dalam akan menemukan titik temu? 

Sayang, aku lelah. 

Pulanglah.


(kali ini hanya sekedar copas karena pas)

Senin, 12 Oktober 2015

rindu satu senja

tahu kah kau
aku butuh kamu saat ini
senja ini tak lengkap
dan akan kah menjadi senja
seperti senja-senja sebelumnya
yang harus kuhabiskan
bersama langit-langit
bersama tembok putih
dan senandung lagu
yang tak lagi bisa menghibur gundah hati ku

tahu kah kau
dunia bukan harus ku jalani sendiri
tapi mengapa engkau justru pergi
untuk apa engkau dulu datang?

pergilah..
bawalah apa saja yang kau mau
tapi tinggal kan hati ku
kembalikan hati ku
mengapa hati ku selalu masih saja kau bawa
kejamlah pada ku
koyak kan hati ku dan biarlah dia kembali
padaku

aku ingin satu senja tanpa memikirkan mu
aku ingin satu senja yang indah tanpa mengingat kenangan bersama mu
aku ingin satu senja saja....
untuk membiarkan cinta baru tumbuh
dan menjadi benalu yang mematikan tumbuhan cinta mu.

kau ramu dengan apa cintamu yang kau berikan padaku
sehingga aku demikian mabuk dan tak tersembuhkan..

aku lelah..
aku ingin satu senja saja tanpa mu
agar aku bisa mencintai pengganti mu
sekali saja untuk selamanya....

entah

entah
bagaimana aku harus bercerita
seakan dunia bersatu melawanku
ketika semua seakan salah tempat
dan tidak ada yang tepat...

entah
mengapa aku merindukan mu disaat seperti ini
biasanya engkau ada
sekedar menyapa dan bertanya
"apakah semua baik-baik saja?"
dan pada akhirnya
aku hanya menjawab
dengan air mata

entah
mengapa aku merindukan mu datang
sehingga aku bisa menghambur ke pelukmu
dan menumpahkan seluruh tangis ku
dan ringanlah semua beban ku...

jujur..
aku kadang merasa sepi
bisakah aku mendapatkan mu kembali
meski tersisa setengah hati mu
ya setengah hati mu
kalau boleh ku minta itu dari mu...
(meski untuk itu pun tak kan mungkin terjadi)


Kamis, 08 Oktober 2015

peluk yang sunyi nan gersang....

(kisah kasih dunia maya angin dan bidadari)

Dia selalu memeluk-ku seperti ini.
Dengan lengan yang begitu lekat dan hangat,
sampai bibir-ku tak mampu lagi ceritakan luka yang kurasakan.
Pelukan itu menjalar
hingga ke sudut-sudut hati
yang sempat dingin oleh pengabaian-nya.
Ia mengecup puncak kepalaku
dengan lembut berkali-kali,
dan kala itu aku hanya terdiam;
tak banyak bicara-
karena pelukan sudah jelaskan segalanya.
Tentu saja tak ada lagi air mata,
karena desah napasnya
yang sejak tadi berembus menyentuh rambut-ku...
benar-benar membuatku terasa aman dan terlindungi;
walau hanya detik saja, aku benar-benar merasa bahagia.

Di malam sedingin ini,
saat dia semakin eratkan peluk-nya,
lagi-lagi dia bercerita tentang kita.
Kita yang selalu saja terlupakan olehnya,
kita yang sebenarnya tak pernah ada,
kita yang sebabkan luka
namun tak ingin mengobati-nya bersama-sama.
Aku tak banyak berkomentar,
ketika tawa renyahnya kembali mereka-reka bayang semu.
Kubayangkan tubuhnya
yang tak akan pernah jauh dari pandangan.
Kudekap hangat dadanya,
tenggelam sangat lama di sana.
Sayangnya, hanya bayangan yang tak akan mencapai kenyataan.

Aku menengadahkan wajah,
menatap matanya dalam-dalam.
Tak kutemukan cahaya di mata itu,
hanya kekosongan,
juga kegelapan.
Apa yang kuharapkan
dari sosok
yang tak pernah berikan aku jawaban?


membaca kamu

"Aku memeluknya rapat sekali. Tak sejengkal pun tubuh kami menjauh. Embusan napasnya terdengar hangat di telingaku, menelusup masuk ke dalam dadaku. Ia menerima pelukanku dengan ikhlas, tak bergerak banyak, hanya diam. Pejaman matanya sesekali terbuka, memandangku dengan tatapan lembut dan teduh. Mata itulah yang berkali-kali menghipnotisku, setiap kali aku memandanginya. Tatapan yang tak jemu-jemu kunikmati, sebelum waktu memisahkan kita nanti.
            "Dingin." desahnya pelan.
            Aku beraksi, kueratkan pelukanku. "Masih dingin?"
            "Tidak. Terima kasih."
            Senyumnya selalu begitu. Senyum yang lebih manis, dan semakin manis jika kupandangi terus-menerus. Jemariku menyentuh rambutnya yang hitam, dan semakin hitam karena pemandangan di luar jalan juga menggelap.
            Aku mengintip ke luar jendela, lampu jalanan yang terlihat remang-remang tak membantuku mengetahui keberadaanku saat ini. "Masih lamakah kita sampai?"
            "Sebentar lagi, sudah tiga jam bus ini melaju."
            "Cepat sekali rasanya, apa karena malam ini kulewati bersamamu?"
            Ia tertawa kecil, mendekatkan bibirnya ke bibirku, lalu sekejap; jantungku berdegup kencang. Ia menciumiku, dan aku hanya bisa diam. Sungguh, aku merasa bodoh dan seperti anak kecil. Padahal, bukan ciuman pertama, tapi gerakan bibirnya sungguh berbeda dari bibir siapapun yang pernah kucium. Aku mengedip-ngedipkan mata, telapak tangannya menutupi mataku... dia kembali mengecupku.
            Menit-menit yang berlalu dengan sangat manis, sungguh tak ingin kutukar dengan kebahagiaan lain yang mungkin lebih menjanjikan. Dia, yang begitu sederhana, benar-benar menjadikanku sempurna. Sempurna sebagai pria. Sempurna sebagai manusia."

.............................

demi membaca itu
aku seakan membaca lagi dirimu
lembar-lembar kisah lama seakan 
dibuka kembali perlahan...
ketika hangatnya cinta melelehkan sukma
ketika dingin adalah impian agar bisa kunikmati hangat mu

demi membaca itu
seakan terbaca lagi puisi lama kita
tentang kisah angin dan bidadari
tentang senja di pantai sepi
tentang embun yang lenyap oleh hangat nya mentari
tentang cerita senja di bukit sunyi 


Rabu, 07 Oktober 2015

aku - kamu - dia

kamu masih merasakan sesak yang sama.
Kamu tahu bahwa pada akhirnya kamu akan sesedih ini,
kamu berusaha menghindari air mata sekuat yang kamu bisa.
Tapi, aku tahu,
kamu adalah wanita paling tidak kuat
menahan kesedihan.

Aku  mendengar cerita mu  tentang dia
Kamu selalu bercerita pada ku  tentang dia.
Seberapa dalamnya perasaanmu,
seberapa kuat cinta makin menerkammu,
dan seberapa hebat senyumnya
bisa begitu meneguhkan langkahmu.

Aku tahu seberapa dalam perasaanmu padanya
dan betapa kamu takut
perbedaan antara kamu dan dia menjadi jurang.
Kamu tak pernah memikirkan perpisahan selama ini,
tapi ternyata hal yang begitu tak ingin kau pikirkan
pada akhirnya terpaksa masuk otakmu.
Kamu dan dia tak lagi seperti dulu.
Sapaannya tak lagi sehangat dulu,
senyumnya tak lagi semanis dulu,
dan tawanya tak lagi serenyah dulu.
kamu tak tahu perubahan macam apa
yang membuat sosok nya
menjadi begitu berbeda.

Dari semua sikapmu,
tak mungkin aku tak tahu 
kamu punya perasaan lebih padanya.
Dari semua ceritamu,
tak mungkin aku tak paham 
bahwa kamu mulai jatuh cinta padanya.
kamu terlalu banyak diam dan memendam,
mungkin di situlah kesalahanmu.
Terlalu egois mengatakan dan terlalu takut mengungkapkan.
Kamu tak bisa menyalahkan siapa-siapa
dan tak bisa mengkambinghitamkan siapa pun
Bukankah dalam cinta tak pernah ada yang salah?


Jumat, 02 Oktober 2015

cinta butuh waktu....

Aku mengulum bibirku.
Usahaku masih terlalu dangkal baginya.
Cinta yang kutunjukkan
ternyata belum cukup menyentuh hatinya.
Ia masih terpaut pada masa lalu
ketika aku sudah menganggap sosoknya
sebagai masa depan.
Ia masih belum melupakan masa lalunya,
ketika aku secara perlahan-lahan
berusaha menyembuhkan lukanya yang perih.
           
Aku belum berhasil seutuhnya.
Ah, mungkin aku masih harus terus berjalan
dan berjuang lebih dalam.
Aku akan terus berjuang,
sampai ia juga menganggapku masa depan,
seperti aku selalu menganggap dia
sebagai bagian masa depanku.

Cinta butuh waktu.
Butuh waktu untuk membuat ia
segera melupakan masa lalunya
kemudian mencintaiku.
Butuh waktu untuk membuat ia memahami,
ada cinta yang lebih masuk akal untuk ia percayai.

Cinta memang butuh waktu.


Kamis, 01 Oktober 2015

(bukan) Jatuh Cinta

Jatuh cinta
adalah
dua kata
yang sulit dijelaskan.
Tidak terdefinisikan.
Soal hati,
kata-kata
seakan tak ahli
untuk memaparkan nya.

Aku
tidak akan berbicara
tentang cinta,
juga tentang mimpi
omong kosong yang diciptakan
saat hadirnya cinta.
Ini semua soal kenyataan,

soal dunia yang begitu klise.

bercerita dengan air mata

Siang itu
ketika
dia bercerita
dengan menggunakan air mata,
aku tahu
bahwa beban yang ia pikul
sangatlah berat.

Air mata itu
Bak gelombang rasa yang menyimpan daya
Siap meruntuhkan apa saja di depannya.
Aku bisa rasakan
sakit yang mendera perasaannya.
Namun,
dalam duka,
selalu masih terselip
bahagia..
yang bercerita padaku,
walau dengan suara tertatih,

walau dalam helaan napas lirih.