Suara  cicak mendecak kagum melihat 2 orang yang saling bersandar di tembok.  Aku dan dia masih terdiam, hanya perkataan hati saja yang merancau dan  berteriak di dalam.
            "Apakah setiap pertemuan selalu butuh perpisahan? Meskipun pertemuan itu diisi dengan kebahagiaan?" Tanyanya lagi. Ah! Aku tersudut.
            Aku  menjawab pertanyaan sulit itu dengan semakin erat menggenggam  tangannya. Mataku masih menatap langit-langit, ia juga ikut menatap  langit-langit.
            Hanya  langit-langit polos yang kami lihat dan di langit-langit tak ada  rembulan dan matahari yang menyinari bumi bergantian, di langit-langit  hanya ada cicak yang berlari-lari kecil. Bagiku, menatap langit-langit bersamanya jauh lebih baik daripada menatap langit biru tapi tidak bersamanya.
            Dia  masih bersandar diam dibahuku. Matanya masih sembab. Nafasnya masih  saja sesak. Kala itu, aku hanya bisa diam lalu membuka  lengan tanganku.  Sepasang lengan yang saling berpeluk adalah bukti bahwa tak ada yang menginginkan perpisahan. Mungkin, aku memang harus menunda kepergianku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar